InfoMigas.id, Jakarta – Indonesia harus mengejar ketertinggalan pengembangan biodiesel. Kementerian ESDM menyatakan mulai 1 Januari 2025, pemerintah akan meluncurkan B40, yaitu biodiesel campuran solar dengan 40% minyak nabati dari kelapa sawit.
Sampai saat ini Indonesia sudah menjalankan program biodiesel B35 yang realisasinya sejak 2023. Sejak awal tahun sudah ada 8,21 juta kiloliter (KL) B35 yang disalurkan dari target 13,4 juta kiloliter.
“Kita sudah identifikasi kemampuan teknis dari penyediaan, infrastruktur, feedstock, itu untuk B40 insyaallah bisa dimandatorikan 1 Januari 2025,” ujar Dirjen EBTKE Eniya Istiani Dewi di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).
Selama empat bulan ini, badan usaha penyalur BBM sedang menyiapkan implementasi B40. Ada 23 badan usaha yang siap menyalurkan B40.
“Sekarang tinggal 4 bulan lagi ini seluruh badan usaha BBM sedang persiapan, jumlahnya di saya sudah ada 34 industri. Ternyata tidak semua aktif ada yang kekurangan feedstock-nya juga dan masalah lainnya, jadi yang aktif hanya 23,” beber Eniya.
Jalan Panjang Menuju B50
Bicara soal biodiesel, Presiden terpilih Prabowo Subianto punya mimpi besar untuk mengebut pengembangan B50 saat menjabat mulai Oktober mendatang. Hal tersebut diyakini Prabowo dapat membuat Indonesia hemat impor hingga Rp 300 triliun lebih.
Prabowo pernah mengatakan targetnya B50 bisa disalurkan di seluruh Indonesia paling cepat akhir tahun ini, atau paling lambat tahun depan. Hal ini bisa mengurangi ketergantungan impor minyak untuk membuat solar, ujungnya Prabowo menilai Indonesia bisa hemat US$ 20 miliar atau sekitar Rp 309,7 triliun untuk impor minyak.
“Kita sebentar lagi tak perlu impor solar lagi, solar kita akan datang dari yang namanya kelapa sawit, namanya biodiesel. Sekarang kan B35, kita akan percepat jadi B40, B50 minimal. Dengan capai B50, biodiesel 50% dari kelapa sawit, begitu capai itu Insyaallah akhir tahun ini atau awal tahun depan, kita akan hemat US$ 20 miliar,” ujar Prabowo saat memberikan sambutan dalam Penutupan Kongres PAN 2024, dikutip Minggu (25/8/2024) lalu.
Namun, Kementerian ESDM menyebutkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan B50 di Indonesia.
Kembali ke Eniya, dia menunjukkan sejak Juli hingga Desember tahun ini pemerintah sudah mulai melakukan uji mesin untuk menjajal biodiesel B50 dan B60. Baik pada mesin produk otomotif maupun non otomotif. Ini menjadi pekerjaan rumah yang pertama harus segera diselesaikan.
“Sampai Oktober ini saja, kita uji teknis spesifikasi B50, nanti diselipkan juga yang B60. Ini tinggal uji proporsi, uji mesin,” kata Eniya.
Pekerjaan rumah kedua, membuat B50 ada isu kenaikan kualitas solar yang dihasilkan. Pemerintah harus membuat produk biodiesel menjadi hydrotreated vegetable oil (HVO) yang butuh investasi besar.
“Di sini juga ada isu HVO, ini harus dicapai dulu karena solar kita masih high sulfur, kalau mau euro 4 itu harus naik. Ini harus di-adjust juga, ini agak mahal, perlu investasi HVO, dari palm oil juga. Nanti yang buat adalah Pertamina,” beber Eniya.
“Untuk Infrastruktur, ini harus ada dukungan perusahaan industri nabati dan solar, jelas butuh waktu dan investasi. Investasi perlu di-secure dulu, apakah dia akan naikkan alat pabriknya, atau naikkan kapasitasnya, ini dua hal berbeda tergantung hasil uji teknis nanti,” sebut Eniya.
Lebih lanjut, dengan tambahan kandungan minyak nabati dalam B50 dan B60, maka perlu dipastikan juga stok minyak kelapa sawitnya bertambah. Menurutnya, butuh dua kali lipat produksi kelapa sawit untuk mengejar kebutuhan B50 dan B60. Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menurutnya perlu dioptimalkan untuk menguatkan produksi kelapa sawit.
“Feedstock sumber CPO, kita perlu ada peningkatan produktivitas on farm kelapa sawit, maka dana PSR sangat dibutuhkan, harus ada intensifikasi lahan,” papar Eniya.
Kemudian, satu hal yang perlu dipastikan juga adalah ketersediaan biaya pemrosesan biodiesel yang disediakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS). Dalam paparan Eniya, disebutkan 75% dana BPDPKS sudah digunakan untuk pembiayaan biodiesel. Terlebih lagi, BPDPKS juga harus melakukan pembiayaan tambahan untuk komoditas kelapa dan kakao.[*]
*detik.com