INFOMIGAS.ID | Jakarta — Pemerintah bakal naikkan jumlah pungutan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit dari 7,5 persen menjadi 10 persen.
Hal itu dilakukan menyusul rencana untuk merealisasi program biodiesel B40 yang mulai 1 Januari 2025.
Selama ini, pembiayaan biodiesel diambil dari hasil kutipan pajak ekspor CPO yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Menteri koordinator bidang perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan akan memakai dana yang ada BPDPKS.
“Pertama, kita menaikan ke 10% dan volumenya untuk public service obligation (PSO),” ujar Airlangga seperti dikutip oleh Bloombergtechnoz, Kamis, 19 Desember 2024.
Kata Airlangga, tarif pungutan ekspor tersebut akan berlaku ketika peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur perubahan itu telah diterbitkan.

Tetapi Airlangga tidak menjelaskan secara lengkap tentang tarif pungutan ekspor yang baru itu terhadap produk olahan sawit yang lain.
Masa sekarang, tarif pungutan ekspor CPO sebanyak 7,5% dari harga CPO. Hal tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2024 mengenai Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Sedangkan, tarif pungutan ekspor terhadap produk turunan olahan sawit lain sekitar 3 persen sampai 6 persen dari Harga Referensi CPO di Kementerian Perdagangan.
Beberapa waktu lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sempat mencatat tentang belum adanya aspek pembiayaan berkelanjutan untuk pengembangan program biodisel dari dana subsidi itu.
Dalam catatan BPK, belanja insentif biodiesel mencapai 90 persen dari keseluruhan penggunaan dana BPDPKS. Terjadinya kelebihan penggunaan anggaran untuk membiayai program biodiesel, serta tidak adanya perencanaan pembiayaan secara berkelanjutan.
“Akibatnya, program penyediaan dan pemanfaatan biodiesel berisiko tidak memiliki sumber pembiayaan yang keberlanjutan, dan BPDPKS berisiko mengalami kesulitan pendanaan atas program yang mendukung tujuan BPDPKS,” tulis BPK pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester I-2024.
Pada bagian lain, BPDPKS memaparkan realisasi subsidi pada program biodiesel B35 sebanyak Rp17,03 triliun selama periode Januari sampai September 2024.Dana subsidi tersebut berasal dari dana pungutan ekspor CPO.
Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizal menyebutkan subsidi yang dipakai untuk membayar – selisih harga indeks pasar (HIP) biodiesel dan solar — diberikan untuk produksi 7,73 juta kiloliter B35.
“Hingga 30 September volume 7.730.507 kl dengan nilai (subsidi) Rp17.031 miliar,” ujar Achmad [*]