INFOMIGAS.ID | Jakarta — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai bahwa Indonesia masih memerlukan tambahan infrastruktur industri yang akan mendukung program penggunaan bahan bakar biodiesel B50. Salah satu kebutuhan mendesak adalah pembangunan pabrik biodiesel berkapasitas besar.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan sedikitnya lima pabrik biodiesel dengan kapasitas minimal 1 juta kiloliter (KL) untuk merealisasi target tersebut. Sementara Saat ini, baru ada tiga pabrik yang masih dalam tahap konstruksi.
“Kalau ini secara teoritical dulu, kita perlu 20 juta. Jadi, sekarang 15 juta, naik 5 juta sehingga kita perlu industri, pabrik lagi. Ada lima paling tidak yang baru. Sekarang sudah ada tiga ya on going construction, dan kita perlu lima dengan kapasitas besar. Kalau kapasitasnya 1 juta, kita baru perlu lima,” kata Eniya dalam Seminar Peluang dan Tantangan Industri Bioenergi, di Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
Menurut Eniya, penerapan program biodiesel B50 hingga kini masih dalam tahap pengujian. Hal ini mencakup uji teknis serta penilaian terhadap kapasitas bahan baku utama, yaitu crude palm oil (CPO). Ia menekankan bahwa belum tentu program ini bisa diterapkan secara menyeluruh pada 2026 nanti.
Selain kebutuhan pabrik, Eniya juga menyoroti pentingnya kesiapan infrastruktur pendukung. Bahkan pada tahap implementasi B40 sebelumnya, masih ditemukan berbagai kendala, termasuk keterbatasan moda angkut, fasilitas kapal seperti flow rate pump, serta keterbatasan sarana dan prasarana (sarpras) di terminal BBM, mulai dari tangki penyimpanan, sistem perpipaan hingga fasilitas pencampuran bahan bakar (blending).
“Ini perlu persiapan waktu, enggak mungkin ujug-ujug langsung misalnya B50 gitu ya, atau B50 hanya di Jakarta doang. Ini saya enggak tahu nih, ini perlu dikaji ya. Opsi-opsi B itu perlu dikaji,” imbuh Eniya.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan optimisme bahwa Indonesia siap mengimplementasikan BBM jenis B50 mengikuti suksesnya implementasi B40.
“Jadi untuk ketersediaan FAME-nya, kita sudah mau siap untuk masuk di B50 tahun depan. Jadi untuk B50 tahun depan, ya mudah-mudahan pada awal tahun itu kita sudah bisa tetapkan,” ujar Yuliot kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Yuliot menambahkan, kesiapan industri untuk menyediakan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dari minyak nabati menjadi salah satu dasar kuat dalam rencana pengembangan biodiesel B50. Baik dari sisi Public Service Obligation (PSO) maupun non-PSO, implementasi B40 dinilai berhasil dan menjadi landasan untuk melangkah ke B50.[*]
*detik.com/kbc