InfoMigas.id | Dunia energi internasional tengah diguncang setelah LSM European Center for Constitutional and Human Rights (ECCHR) yang berbasis di Jerman mengajukan gugatan hukum terhadap TotalEnergies. Perusahaan migas raksasa asal Prancis itu dituduh terlibat dalam kejahatan perang yang terjadi di provinsi Cabo Delgado, Mozambik, wilayah yang menjadi lokasi proyek gas raksasa Mozambique LNG.
Gugatan tersebut dilayangkan kepada jaksa anti-terorisme nasional Prancis. ECCHR menuding TotalEnergies turut bertanggung jawab atas pelanggaran berat yang dilakukan Joint Task Force (JTF) — pasukan gabungan Mozambik — yang bertugas mengamankan proyek LNG tersebut. Pelanggaran itu disebut terjadi pada Juli–September 2021, setelah wilayah itu diguncang serangan kelompok jihadis pada 2021 yang sempat menghentikan operasi fasilitas LNG.
Menurut ECCHR, JTF melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap puluhan warga sipil yang dituduh mendukung ekstremis. “Dokumen internal menunjukkan TotalEnergies mengetahui tuduhan kekerasan terhadap warga sipil sejak Mei 2020, namun tetap mendukung JTF,” kata ECCHR seperti dikutip AFP, Rabu (19/11/2025).
TotalEnergies membantah keras tuduhan tersebut. Perusahaan menyatakan belum menerima pemberitahuan resmi terkait gugatan dan menilai klaim yang disampaikan LSM tersebut tidak berdasar. TotalEnergies juga menegaskan telah meminta pemerintah Mozambik melakukan penyelidikan pada 2024 yang kemudian ditindaklanjuti oleh kejaksaan pada 2025.
Temuan investigasi Politico memperkuat kontroversi kasus ini. Dalam laporannya, tentara Mozambik disebut menahan hingga 250 warga sipil dalam kontainer selama tiga bulan, dengan dalih keterlibatan mereka dalam jaringan ekstremis. Para tahanan dilaporkan mengalami penyiksaan berat, dan hanya 26 orang yang selamat.
Wakil Direktur Program Bisnis dan HAM ECCHR, Clara Gonzales, menyebut perusahaan tidak bisa berlindung di balik dalih netralitas. “TotalEnergies tahu angkatan bersenjata Mozambik dituduh melakukan pelanggaran HAM sistematis, namun tetap mendukung mereka demi mengamankan fasilitasnya. Jika perusahaan memfasilitasi atau memicu kejahatan, mereka harus dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya.
Di sisi lain, Mozambique LNG—operator fasilitas—menyatakan tidak mengetahui dugaan peristiwa tersebut. Perusahaan mengklaim tidak memiliki informasi yang menunjukkan insiden itu terjadi.
Kasus ini semakin menambah tekanan terhadap TotalEnergies. Bulan lalu, perusahaan tersebut juga dikritik oleh LSM internasional karena dinilai “menyandera” Mozambik dengan persyaratan yang dianggap terlalu menguntungkan bagi kelanjutan proyek LNG. TotalEnergies memegang 26,5% saham di proyek tersebut dan menargetkan produksi kembali pada 2029. Namun, kelanjutan proyek masih menunggu persetujuan pemerintah terkait anggaran baru, termasuk biaya tambahan sebesar US$4,5 miliar akibat penundaan panjang yang dipicu konflik.[*]
*cnbcindonesia