INFOMIGAS.ID | Blora — Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Blora melakukan audiensi ke Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membahas dana bagi hasil (DBH).
Soal DBH merupakan persoalan lama yang belum selesai antara kabupaten penghasil engan kabupaten tentangga “Sudah ada wacana bagaimana mendefinisikan eksternalitas negative, namun masih sulit untuk dilakukan,” ujar Plt BPPKAD Blora Susi Widyorini.
Direktur dana transfes umum (DTU) Kemenkeu,menyebutkan, dalam undang-undang diputuskan berdasarkan perbatasan langsung. Lalu, direktur DTU juga menekankan terhadap jaminan data eksternalitas negatif secara keberlanjutan.
“DTU memberi catatan siapa yang berani menjamin data eksternalitas negatif secara kontinyu dan dapat diberlakukan untuk semua,” katanya.
Saat jni Kementrian Keuangan sedang mengkaji usulan dari Kabupaten Blora. “Menurut Kemenkeu perlu dibahas terlebih dahulu dengan dirjen dan menteri keuangan. Nanti akan di sampaikan ke DPRD,” terangnya.
Pemkab Blora melakukan pengajuan ke Bappenas RI, yaitu tentang DBH Migas yang dibagi tujuh daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro.
“Selama ini didalam undang-undang HKPD itu, tiga persen yang di daerah yang berbatasan daerah penghasil dibagi rata,” ujar Kabag Perekonomian Setda Blora, Pujiariyanto yang dikutip radarbojonegoro.com, Minggu, 4/8/2025.
Pujiariyanto menyebutkan landasan hukum terhadap pengajuan DBH Migas yang sedang diperjuangkan adalah PP 37 Tahun 2023. PP tersebut menyebutkan bahwa daerah yang perbatasan langsung dengan penghasil dibagi secara proporsional, berdasarkan eksternalitas negatif.
‘’Kemarin mengajukan ke Bappenas, terhadap tiga eksternalitas negatif. Diantaranya jarak Kabupaten Blora dengan mulut sumur, penurunan air tanah di wilayah perbatasan, terakhir dampak polusi akibat aktifitas industri minyak,’’ jelasnya.[*]
*mnh