INFOMIGAS.ID | Jakarta — Para pengelola BUMD minyak dan gas ( migas ) Indonesia saat ini resah dan takut akan mengalami diskriminalisasi korupsi atas proses memperoleh dana Participating Interest (PI) sebanyak 10 % dari blok migas . Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET), Andang Bachtiar.
Ketakutan Andang Bactiar merujuk kepada pemberitaan sejumlah kasus korupsi yang dituduhkan kepada sejumlah BUMD, seperti di Lampung (LJU, LEB, PDAM). Kasus tersebut hingga kini masih berjalan. Selain itu, dugaan korupsi di BUMD Migas Rokan Hilir dan kasus korupsi di BUMD Migas Sulawesi Barat. Kasus yang sana juga terjadi pada BUMD pelopor penerima dana PI sebesar 10 persen, di Kalimantan Timur.
Adang Bactiar bilang, pihaknya was was akibat tidak lengkapnya pengatahuan dan persepsi sebagian aparat penegak hukum dan masyarakat umum terkait dengan maksud dan tujuan serta tata kelola yang tertuang di peraturan.
Adang menjelaskan, dana Participating Interest diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004, yaitu tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. PP 35/2004 telah diubah dengan PP Nomor 55 Tahun 2009 serta PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah. Selanjunya, ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran PI 10 persen kepada Wilayah Kerja (WK) Minyak dan Gas Bumi( Migas), Selanjutnya, dana PI juga diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 223 Tahun 2022 tentang peraturan Penawaran PI sebesar 10 persen kepada Badan Usaha Milik Daerah di WK MIGAS.
https://infomigas.id/kpk-selidiki-dugaan-korupsi-jual-beli-gas/
Menurut Andang , dana bagi hasil pengelolaan PI yang sebesar 10 persen kerap disalahartikan, yaitu dianggap sebagai dana bagi hasil untuk daerah yang langsung masuk dalam kas APBD. Padahal, kata Adang, dana bagi hasil tersebut sebenarnya hasil dari kegiatan bisnis BUMD, yang didapatkan melalui keikutsertaan BUMD dalam pengelolaan WK Migas. Biasanya, modal kerja BUMD untuk partisipasi itu ditalangi terlebih dahulu oleh operator kontraktor migas.

Sejatinya, tujuan utama dana PI 10 persen oleh BUMD untuk meningkatkan transparansi data lifting migas, untuk mendukung akurasi perencanaan APBD, transfer teknologi, transfer proses bisnis migas kepada putra daerah penghasil migas , dan untuk meningkatkan perekonomian melalui efek penggandaan dari partisipasi BUMD disektor industri pendukung migas.
Potensi Korupsi Migas Aceh
Koordinator Masyarakat Transaparansi Aceh ( MaTA) Alfian Husen mengatakan potensi korupsi berpeluang terjadi bila pengelolaan dana hasil migas dikelola secara tertutup. “ Selama tatakelola yang dijalani oleh tiga pihak tersebut (EDSM, BUMD, Pemerintah) tertutup dan tidak menjunjung transparansi atas kewenangan dan penggunaan anggaran, maka potensi korupsi dicurigai akan terjadi,” kata Alfian kepada infomigas.id.
MaTA juga menyoroti BUMD yang mengelola migas Aceh yang dinilai “ kabur “ dalam menyampaikan angka. “ Khusus untuk BUMD yang mengelola keutungan bagi hasil untuk Aceh masih kabur, (sebab) hanya sering disebut secara angka, maka patut di duga potensi korupsi selalu terbuka. Ini bukan soal ketidaktahuan tapi soal moralitas dan integritas yang bertanggung jawab dan bekerja di lembaga tersebut,” kata Alfian Husen
Reporter : Tempo
Editor : Nasier H