InfoMigas.id – Jakarta | Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) menilai perusahaan asal China berpeluang besar menggantikan Harbour Energy untuk bermitra dengan perusahaan migas Rusia, Zarubezhneft, dalam menggarap Blok Tuna di Laut Natuna Utara.
Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, mengatakan peluang tersebut terbuka seiring langkah sejumlah perusahaan China yang mulai menghentikan impor minyak mentah dari Rusia di tengah sanksi negara-negara Barat terhadap Moskwa.
“Itu bisa sebagai hambatan, tetapi juga bisa sebagai peluang. Kilang-kilang dari China sudah mulai mengalihkan pembelian impor komoditasnya. Siapa tahu untuk mengamankan suplai, mereka bisa berinvestasi juga di Blok Tuna,” kutip Bloomberg, Rabu (5/11/2025).
Menurut Moshe, investasi perusahaan China di Indonesia tidak serta-merta akan terkena sanksi dari Amerika Serikat (AS) maupun Uni Eropa (UE), karena Indonesia merupakan negara nonblok yang tidak berpihak pada pihak mana pun. Ia juga mendorong pemerintah untuk bersikap tegas terhadap ancaman sanksi negara Barat.
“Kita jangan terlalu mengikuti apa yang dikatakan oleh AS. Memang sanksi itu berat, tetapi jangan semua yang dilakukan AS kita ikuti. Kita ini negara nonblok,” tegasnya.
Meski begitu, Moshe menilai sanksi terhadap Rusia tetap menjadi kendala bagi operasional Zarubezhneft di Blok Tuna. Ia memprediksi perusahaan asal Rusia itu akan menghadapi hambatan logistik dan pengadaan peralatan akibat pembatasan impor.
“Kendala utamanya adalah dari sisi operasional. Supply chain lapangan industri migas itu kompleks. Satu saja pihak terkena sanksi, seluruh operasi bisa terhambat,” jelas Moshe.
Dari sisi pendanaan, Moshe tetap optimistis sejumlah negara masih bersedia membiayai proyek-proyek Rusia, terlebih dengan hubungan baik antara Indonesia dan Rusia yang dapat mempermudah proses tersebut.
Divestasi Harbour Energy Hampir Rampung
Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan proses divestasi operator Blok Tuna mendekati akhir. Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas, Rikky Rahmat Firdaus, menyebut Harbour Energy akan segera hengkang dari blok tersebut.
“Secara normatif, hasil dari divestasi ini pada akhirnya akan menghadirkan pihak baru untuk menemani Zarubezhneft Asia Limited (ZAL),” kata Rikky yang dikutip Bloomberg Technoz, Rabu (29/10/2025).
Rikky memperkirakan proses divestasi akan rampung dalam dua bulan ke depan. Proyek ini sebelumnya dikerjakan oleh konsorsium Premier Oil Tuna B.V. (Harbour Energy) dan ZAL, masing-masing dengan 50% hak partisipasi. Namun, keputusan investasi akhir (FID) belum juga diteken akibat sanksi terhadap Rusia sejak invasi ke Ukraina pada 2022.
Blok Tuna memiliki potensi gas sekitar 100–150 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), dengan nilai investasi hingga tahap operasional mencapai US$3,07 miliar.[*]