INFOMIGAS.ID | Jakarta – Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) bersama Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) melakukan pertemuan untuk membahas rencana alih kelola aset Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe kepada Pemerintah Aceh. Pengalihan ini disebut sebagai bagian dari upaya mempercepat pemanfaatan aset negara untuk pembangunan daerah.
Pertemuan merupakan tindak lanjut dari arahan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang sedang melakukan percepatan proses pengalihan aset untuk memastikan manfaat optimal bagi pembangunan ekonomi daerah dan nasional.
Langkah strategis ini didorong oleh beberapa faktor penting, seperti dukungan terhadap pengembangan lapangan gas oleh Mubadala Energy di Wilayah Kerja South Andaman, serta kontribusi terhadap proyek ketahanan energi nasional. Proyek tersebut mencakup hilirisasi sektor energi yang meliputi pembangunan Industrial Chlor Alkali Plant, kilang minyak (oil refinery), dan tangki penyimpanan minyak (oil storage tank) di KEK Arun, yang kini telah berada dalam pengelolaan Badan Pengelola Investasi (BPI).

“Implementasi proyek Carbon Capture Storage/Utilization (CCS/CCUS) Arun juga harus dipercepat, beserta penyusunan regulasi pendukung,” kata Nasri Djalal yang dikutip tribunnews.com, Minggu, 27/7/2025.
Sementara itu, Direktur LMAN, Puspitasari, menyambut baik inisiatif Pemerintah Aceh, namun menyarankan model pengelolaan bersama antara LMAN dan Pemerintah Daerah Aceh.
“Kolaborasi ini akan memastikan pemanfaatan aset secara optimal, transparan, dan berkelanjutan, sekaligus memenuhi standar tata kelola internasional,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya pengelolaan bersama demi memastikan aset tetap produktif dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat Aceh.
Sebagai langkah awal, Nasri juga menyoroti pentingnya penyesuaian tarif sewa aset LMAN di KEK Arun untuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas. Ia mengusulkan adanya insentif dalam bentuk penurunan tarif sewa, guna menarik minat investasi hulu migas dan mendorong efisiensi biaya operasional.
“Kebijakan ini dapat menghemat biaya operasional hingga Rp 30 miliar per tahun dan berdampak positif pada peningkatan bagi hasil migas Aceh sebesar 5–7 persen,” jelas Nasri.
Ia juga menambahkan bahwa PT Pema Global Energi (PGE), anak perusahaan Badan Usaha Milik Aceh (BUMA), seharusnya mendapatkan tarif sewa rendah demi memaksimalkan pendapatan daerah.
Tak hanya itu, Nasri menekankan perlunya mitigasi terhadap dampak berakhirnya Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh pada 2027. Tanpa langkah antisipatif, dikhawatirkan akan muncul hambatan pembangunan, ketimpangan sosial, dan peningkatan angka pengangguran. “Sehingga harus diciptakan pendapatan baru,” pungkasnya.[*]
*mnh/kbc