InfoMigas.id – Beijing | Uni Eropa (UE) resmi menjatuhkan sanksi kepada dua kilang minyak milik negara di China daratan dan satu perusahaan perdagangan minyak asal Hong Kong. Sanksi ini upaya terbaru untuk menekan pendapatan Rusia di tengah perang dengan Ukraina, namun langkah tersebut langsung memicu kecaman keras dari pemerintah China.
Mengutip South China Morning Post, Senin (27/10/2025), paket sanksi baru yang disetujui oleh 27 negara anggota UE itu mencakup total 15 entitas asal China daratan dan Hong Kong. Mereka dituduh terlibat dalam perdagangan ilegal yang membantu Rusia memperoleh pendapatan dari ekspor minyak dan komponen industri strategis.
Dua kilang yang masuk daftar sanksi adalah Liaoyang Petrochemical Company, anak usaha China National Petroleum Corporation (CNPC), dan Shandong Yulong Petrochemical, serta Chinaoil (Hong Kong) Corporation, yang juga berafiliasi dengan CNPC. Selain itu, Tianjin Xishanfusheng International Trading Company turut dikenai sanksi penuh.
Sanksi tersebut mencakup pembekuan seluruh aset perusahaan di wilayah UE, serta larangan penuh atas perdagangan dan investasi dengan entitas terkait. UE menuduh perusahaan-perusahaan tersebut mengolah dan memperdagangkan minyak mentah Rusia, yang menjadi sumber pendapatan utama bagi pemerintahan Moskow.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China menanggapi langkah tersebut dengan tegas. Dalam pernyataannya, Beijing menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah memasok senjata mematikan kepada pihak mana pun dalam konflik dan telah menerapkan kontrol ekspor yang ketat terhadap barang-barang berfungsi ganda (dual use).
“Sebagian besar negara di dunia, termasuk di Eropa dan Amerika Serikat, masih terus berdagang dengan Rusia. UE dan AS tidak berada pada posisi untuk mengkritik kerja sama normal antara perusahaan China dan Rusia,” demikian pernyataan resmi Kemlu China.
Selain sanksi terhadap sektor minyak, UE juga memasukkan sebelas perusahaan lain ke dalam daftar hitam ekspor “Annex IV”, yang melarang perusahaan Eropa menjual atau memberikan bantuan teknis terkait komponen elektronik dan mesin presisi yang bisa digunakan untuk industri pertahanan Rusia.
Paket sanksi terbaru ini turut memperluas pembatasan atas ekspor semikonduktor canggih, sistem navigasi, dan mesin industri yang digunakan dalam produksi senjata. UE juga memblokir sejumlah perusahaan pelayaran dan kapal tanker yang diduga memindahkan minyak Rusia di luar batas harga yang telah disepakati oleh negara-negara G7 sejak Desember 2022.
Kesepakatan sanksi tersebut akhirnya dicapai setelah Perdana Menteri Slovakia Robert Fico mencabut vetonya pada Rabu malam lalu. Langkah ini mengikuti kebijakan serupa dari Amerika Serikat yang baru-baru ini menargetkan raksasa minyak Rusia, Lukoil dan Rosneft.
Namun, analis memperkirakan langkah UE tersebut akan semakin memperburuk hubungan dengan Beijing, yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kedekatan dengan Moskow di tengah meningkatnya ketegangan dagang dengan Eropa.
Sementara itu, pembatasan ekspor baru dari China terhadap logam tanah jarang (rare earth) dan magnet disebut akan menjadi salah satu isu utama dalam pertemuan Dewan Eropa mendatang. Negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Polandia diperkirakan akan membahas dampak kebijakan tersebut terhadap rantai pasok industri strategis mereka.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen memperingatkan bahwa krisis pasokan bahan mentah penting “sudah di depan mata”, dan menyerukan percepatan langkah untuk memastikan suplai yang lebih cepat dan andal bagi Eropa.[*]