INFOMIGAS.ID | Banda Aceh– Pemerintah Indonesia sempat memberi peluang kepada pemerintah Aceh untuk memiliki 30 % saham PT. Perta Arun Gas (PAG). Dalam skeman yang disiapkan, Pemerintah Aceh melalui Perusahaan Daerah Pemerintah Aceh (PDPA) akan mengelola PAG bersama PT Pertamina sebagai induk perusahaan.
Peluang tersebut disampaikan oleh Menko Perekonomian RI, Chairul Tanjung pada kunjungan kerja ke PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) dan PT. Arun, pada Minggu (14/9/2014).
Menurut Chairul Tanjung, Oktober 2014 , kilang PT Arun Co segera akan berubah fungsi menjadi terminal regasifikasi. “Nantinya pembagian saham diberikan 30 persen kepada pemerintah daerah, manakala 70 persen lainya dikuasai oleh Pertamina sebagai perusahaan induk PAG”, kata Chairul Tanjung.
Zaini Abdullah, Gubernur Aceh yang hadir dalam acara itu menyampaikan apresiasinya kepada Pemerintah Pusat karena telah bersedia membantu mempercepat proses ambil alih PT Arun menjadi terminal regasifikasi.
“Terminal regasifikasi PGA nantinya diharapkan dapat menjadi tombak untuk mewujudkan kawasan ekonomi baru berbasis industri terpadu di Aceh,” kata Zaini seperti dikutip kantor berita Antara.
Saat itu, harga saham PAG ditaksir sekitar 2,5 trilyun rupiah, sehingga pemerintah Aceh harus menyiapkan uang sekitar RP 500 milyar untuk membeli 30% saham.
Menurut Marzuki Daud, mantan anggota DPR RI yang juga pendukung proyek regasifikasi , uang sebanyak 500 milyar tidak terlalu besar karena Aceh memiliki dana Otsus.
Wacana penyetoran modal pemerintah Aceh pada bisnis energi ini sempat hangat dibicarakan pada tahun tahun awal tawaran pemerintah pusat, namun sampai kini, lebih dari sepuluh tahun setelah kesempatan itu dibuka, belum terdengar adanya kepemilikan saham pemerintah Aceh atas perusahaan PT PAG.
Pemerintah Aceh selaku pemilik uang dan kekuasaan, tidak memberi keterangan yang jelas tentang penyebab kegagalan menggenggam 30% sahan PAG. Demikian juga Perusahaan Daerah Pemerintah Aceh (PDPA) yang kini bernama PT. Pembangunan Aceh (PEMA), juga tidak memberi keterangan mengapa gagal untuk ‘ikut berbisnis’ bersama PAG. Tidak adanya keterangan resmi dari dua lembaga itu, memunculkan sejumlah praduga. Ada yang bilang bahwa kegagalan menempatkan saham Pemerintah Aceh di PAG akibat tarik menarik kepentingan antar orang orang yang berada dilingkaran pemerintah Zaini Abdullah-Munakir Manaf, yaitu gubernur dan wakil gubernur pada masa itu.[*]