InfoMigas.id – Jakarta | Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal, menilai bahwa para investor akan lebih berhati-hati dalam berinvestasi di sektor hulu migas, meskipun pemerintah Indonesia tengah bersiap menawarkan 75 blok migas melalui skema lelang serempak yang direncanakan mulai Oktober 2025.
Menurut Moshe, investor saat ini sedang mencermati laporan International Energy Agency (IEA) yang memperkirakan bahwa permintaan migas global akan mencapai puncaknya pada 2029, serta potensi melimpahnya pasokan minyak dunia yang dapat menekan harga dan daya saing investasi di sektor tersebut.
Hal itu disampaikan Moshe merespons rencana pemerintah yang akan membuka puluhan wilayah kerja migas secara serentak. Ia mengingatkan bahwa investor kini makin berhati-hati menyikapi situasi global yang tengah diliputi kekhawatiran atas melandainya permintaan dan ancaman oversupply.
“Investor akan selalu berhati-hati, lebih berhati-hati dibandingkan dengan sebelumnya. Jadi mereka akan lebih teliti lagi, lebih berhati-hati lagi. Mereka berinvestasinya. Ini yang membuat kita harus lebih siap lagi menghadapi investor seperti itu,” kata Moshe, tulis BloombergTechnoz, Selasa (9/9/2025).
Lebih lanjut, Moshe menekankan bahwa investor akan lebih condong memilih blok migas yang memiliki potensi monetisasi cepat, termasuk kemudahan perizinan dan proses eksplorasi hingga produksi yang lancar.
“Nah, yang mereka inginkan adalah lapangan-lapangan atau kesempatan-kesempatan yang mempunyai kepastian yang tinggi, terus monetisasinya cepat. Ya, jadi perizinan yang mudah, proses dari eksplorasi ke produksi itu juga bisa cepat, jalan lancar, insentifnya bagus, dan sebagainya,” ujar Moshe.
Minta Pemerintah Siapkan Data dan Jaga Konsistensi Regulasi
Moshe meminta agar pemerintah mempersiapkan data-data kredibel terkait 75 blok migas yang akan ditawarkan. Menurutnya, kehadiran data yang akurat dan transparan sangat krusial dalam membantu investor membuat keputusan strategis.
Ia juga menyoroti pentingnya konsistensi regulasi, mengingat dalam beberapa tahun terakhir, aturan di sektor migas kerap berubah-ubah seiring pergantian menteri atau pejabat teknis.
“[Investor] yang tadinya mungkin enggak terlalu picky, jadi makin picky. Dari sisi pemerintah enggak cuma, ‘oh ya sudah kita semuanya lelang sekarang,’ tetapi kalau persiapannya enggak matang, yang tadi saya bilang, data, investasi, insentif, dan kepastian, dan lain sebagainya, ya percuma juga. Bukan masalah kuantitas, tetapi kualitas yang mereka cari,” tegas dia.
Pasar Global Dibayangi Oversupply, OPEC+ Tambah Produksi
Di sisi lain, pasar minyak global juga tengah menghadapi sentimen negatif dari sisi suplai. Akhir pekan lalu, OPEC+ secara prinsip menyepakati peningkatan produksi mulai bulan depan sebesar 137.000 barel per hari (bph). Peningkatan ini merupakan bagian dari target untuk mengembalikan produksi sebesar 1,66 juta bph yang sebelumnya direncanakan bertahan hingga 2026.
Langkah ini menandai pergeseran strategi besar OPEC+, dari menjaga harga menuju memperluas pangsa pasar. Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok produsen ini telah mengejutkan pasar dengan menaikkan produksi secara lebih agresif.
Harga minyak mentah pun tertekan, dengan penurunan sekitar 12% sepanjang 2025, didorong oleh peningkatan suplai global dan tekanan eksternal seperti perang dagang Presiden AS Donald Trump yang turut membebani permintaan.
Meski begitu, pasar sejauh ini masih menunjukkan daya tahan terhadap perubahan strategi tersebut, mendorong negara seperti Arab Saudi untuk lebih percaya diri menambah suplai ke pasar.
Pemerintah Tetap Genjot Lelang Serempak
Meski situasi global penuh ketidakpastian, pemerintah tetap optimistis mengejar target peningkatan produksi. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menegaskan bahwa pola lelang migas kini akan dilakukan secara serempak dan tidak lagi bertahap, guna mengejar target lifting minyak siap jual sebesar 900.000 bph pada 2029.
“Kalau dibuat bertahap seperti itu, ya ini target untuk peningkatan lifting tidak akan tercapai. Jadi ya kita memiliki wilayah yang akan kita tawarkan, [ada] 75 [wilayah kerja/WK]. Seperti di toko, jadi kita pajangkan saja semua,” ujarnya usai rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (3/9/2025).
Yuliot menambahkan, pola lelang baru ini akan memungkinkan badan usaha untuk memilih lebih dari satu blok sekaligus, dan hanya blok yang diminati yang akan dikompetisikan lebih lanjut.
“Nanti [jika] ada badan usaha yang berminat, ‘saya mau di blok ini, di blok ini, di blok ini’, nanti berdasarkan badan usaha, mereka tertarik dua atau tiga, ya itu yang kita kompetisikan. Jadi polanya kita ubah,” tegas Yuliot.
Hingga semester I 2025, SKK Migas melaporkan lifting migas nasional mencapai 1,55 juta barel setara minyak per hari (bsmpd), atau 3,29% lebih rendah dari target APBN 2025 yang dipatok 1,61 juta bsmpd.[*]