INFOMIGAS.ID | Jakarta — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berniat membangun tempat menyimpan cadangan minyak di pulau yang berdekatan dengan negara Singapura.
Nantinya, fasilitas tersebut dijadikan dijadikan tempat penampungan rupa rupa jenis minyak sehingga dapat dibeli oleh Pertamina dengan harga murah.
“Kemampuan penyimpannya sekitar 30-40 hari,” sebut Bahlil pertengahan Desember 2024.
Bahlil juga bilang tempat penyimpanan minyak penting untuk ditingkatkan karena, “negara kita kalau mau perang, kapasitas cadangan minyaknya hanya 21 hari,” sebutnya.
Pembangunan fasilitas itu sejalan dengan target Presiden Prabowo Subianto untuk pencapaian kedaulatan energi.
Selama ini, sebanyak 60% bahan bakar minyak (BBM) untuk kebutuhan RI diimpor dari Singapura.
Atas kondisi tersebut, Bahlil mengaku bingung sebab negara tidak punya sumber minyak, namun mampu melakukan ekspor minyak, “Saya enggak ngerti teorinya dari mana,” katanya.
Sebelumnya, Bahlil sempat menyebutkan tentang rencana menekan biaya impor energi hingga Rp 500 triliun per tahun.
Salah satu caranya menekan angka impor adalah dengan memaksimalkan sejumlah sumur minyak yang ada.
Sumur idle atau sumur yang menganggur harus diaktifkan lagi.
Data Kementerian ESDM mencatat ada sekitar 44.900 sumur minyak di seluruh Indonesia, sebanyak 16.600 sumur dalam kondisi tidak aktif atau idle.
Pemerintah berkeyakinan mampu menghidupkan kembali lima ribu sumur tua untuk menaikkan produksi minyak nasional.
Sejak Kapan Indonesia mulai Impor BBM?
Mengacu pada data di Badan Pusat Statistik, pada tahun 1996 Indonesia sudah mulai mengimpor BBM.
Pada awalnya, impornya sebesar 10,13 juta ton, sedangkan ekspornya sebesar 10,7 juta ton. Satu tahun kemudian jumlah impor lebih tinggi dibandingkan ekspor. Kondisi tersebut terjadi secara terus menerus hingga tahun 2023, dengan realisasi impor sebanyak 24,7 juta ton, sementara ekspornya mencapai 2,2 juta ton.
Data milik BPS juga menggambarkan bahwa Singapura merupakan negara pengimpor minyak paling besar untuk Indonesia. Di posisi selanjutnya terdapat nama Malaysia, Arab Saudi dan Amerika Serikat. Kondisi yang sama juga terjadi untuk minyak mentah. Dalam beberapa tahun terakhir, angka Impornya dalam terus meningkat. Hal itu terjadi sebab mulai tahun 2004, Republik Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak neto atau net oil importer.
Kebutuhan dan konsumsi minyak di terus meningkat dan Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik sehingga terpaksa membeli dari negeri tetangga.
Produksi minyak mentah Indonesia cenderung menurun akibat minimnya penemuan sumber minyak baru.
Kebutuhan per hari mencapai 1,4 juta barel, sedangkan produksinya cendrung terus turun.
Selama tahun 2020 sebesar 708 ribu barel per hari (mbopd), namun tahun 2021 nyungsep menjadi 659 mbopd, dan tahun 2022 turun lagi menjadi 612 mbopd. Tahun 2023 realisasinya anjlok lagi menjadi 606 mbopd dan pada pertengahan tahun 2024 kembali menurun ke angka 578 mbopd.
Indonesia memilih impor minyak dari Singapura karena lokasi kedua negara saling berdekatan dan kapasitas kilang milik Singapura jauh lebih besar dibanding kilang yang ada di Indonesia.
Berdasarkan catatan Administrasi Perdagangan Internasional (ITA), Singapura mempunyai kilang pengolahan minyak dengan berkapasitas 1,5 juta barel per hari.
Walaupun tidak memiliki sumber daya alam, negara yang secara geografis sangat strategis tersebut mampu menjadi salah satu sentra penyulingan minyak bumi terbesar di dunia. Kilang minyak di negara tetangga itu dikendali perusahaan oleh raksasa migas, seperti ExxonMobil dan Shell. Singapura menjadi Pulau Jurong sebagai kawasan energi minyak. Minyak mentah impor, yang sebagian berasal dari Indonesia, diolah di sana, selanjutnya diekspor ke kawasan Asia. Negara berpenduduk 5,7 juta jiwa itu, kini berhasil menjadi salah satu pusat rantai pasokan energi global. Sementara Indonesia memiliki kapasitas kilang hanya sekitar 1 juta barel per hari dengan jumlah penduduk lebih 280 juta jiwa.
Pada 12 Desember lalu, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung sempat bilang konsumsi minyak nasional pada tahun 2023 mencapai 518 juta barel. Produksi dalam negeri cuma 221 juta barel dan sisanya berasal dari impor.
Kondisi tersebut menimbulkan beban untuk neraca perdagangan nasional. Indonesia dicatat belum pernah ‘menikmati’ surplus perdagangan dengan negara Singapura sejak tahun 2000.
Data BPS menunjukkan nilai impornya Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. [*]
*Editor : Nasier H