INFOMIGAS.ID | Pontianak – Praktik penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) Subsidi jenis solar di wilayah Kalimantan Barat (Kalbar) dilaporkan masih terus berlangsung. Sejumlah pihak mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan industri seperti , industry Perkebunan dan pertambangan yang diduga sebagai pembeli bahan bakar solar dari pasar gelap (black market).
Salah seorang pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Pontianak yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa praktik ilegal ini kerap terjadi di kawasan perairan . Menurutnya, solar subsidi dari SPBU dan SPBN kerap diselewengkan dengan menggunakan mobil-mobil truk , lalu ditampung oleh oknum pengusaha minyak sebelum dijual pada perusahaan-perusahaan besar.
“Sekarang ini masih terjadi kencingan di kawasan perairan dari kapal-kapal maupun kapal tanker, termasuk minyak solar bersubsidi jatah SPBU dan SPBN tapi ‘disekolahkan’ atau diperoleh dari antrian mobil truk-truk siluman, yang kemudian ditampung oleh sejumlah pengusaha minyak lalu disalurkan ke sejumlah perusahaan kebun dan tambang,” kata naras umber yang dikutip oleh Suara PembredKalbar dotcom, 18//2025.
Pengusaha berusia 65 tahun ini mengaku telah mengelola SPBU selama lebih dari 30 tahun. Ia menyebut bisnis SPBU kini sangat sulit untuk dijalani secara jujur.
“Hampir 15 tahun tidak ada kenaikan margin, tapi kita diharuskan melengkapi aksesori ini dan itu dari kebijakan Patra Niaga, anak perusahaan PT Pertamina. Sedangkan kita dalam menjalankan bisnis tidak mau neko-neko, tidak seperti mereka yang mau ‘bermain api’ untuk mendapatkan keuntungan besar,” ungkapnya dengan nada kesal.
Ia juga menyoroti maraknya preman yang terlibat dalam pengaturan antrean solar subsidi, serta banyaknya pengusaha SPBU yang ingin menjual usaha mereka akibat tekanan dari berbagai pihak.
Sumber lainnya menyebutkan bahwa saat ini banyak solar non-pertamina yang masuk dan beredar bebas di Kalbar. Solar ini diduga berasal dari luar negeri, Sumatera, pertambangan minyak rakyat, hingga kapal tanker.
“Sekarang ini banyak kok minyak solar yang bukan dari PT Pertamina masuk jual bebas mencari pasar di Kalbar, ada yang bilang dari luar negeri atau dari Sumatra, dari pertambangan tambang minyak rakyat, ada yang dari kapal tengker. Harganya lebih murah, cuma masalah pajak, ndak tahu tuh resmi atau ada bungkusannya,” ungkap sumber tersebut.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap solar subsidi yang disalurkan oleh mitra kerja sama Pertamina. Ia menilai SPBU milik AKR sering tutup, dan tidak ada pembeda mencolok antara truk pengangkut solar subsidi dan solar industri milik perusahaan tersebut.
Seorang pelaku bisnis solar ilegal yang mengaku memiliki puluhan truk tangki minyak juga turut mengakui bahwa pasar solar ilegal sangat menggiurkan dan tetap eksis hingga kini. Menurutnya, para pelaku adalah orang orang yang sama, “ mereka yang main ya itu-itu juga,” katanya.
Dari pengakuan beberapa pelaku usaha ilegal lainnya yang berhasil ditemui tim redaksi, mereka menyebut bahwa bisnis solar black market masih menjadi jalan pintas untuk memperoleh kekayaan secara cepat—terutama bila terdapat koordinasi dengan oknum aparat dan pengelola SPBU.
“Pasar yang besar itu ada di perkebunan, pabrik industri, dan tambang, seperti di Ketapang, Kayong, Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Sanggau, Sekadau, Bengkayang dan lainnya. Silakan periksa pajak pembeliannya, karena mereka bungkusnya rapi, apalagi kalau pemain lama pasti koneksi kuat,” jelas salah satu pemain minyak black market yang meminta identitasnya dirahasiakan.[*]
*SuaraPemredKalbar.com