Jakarta – Pemerintah menargetkan produksi gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (bscfd) pada tahun 2030. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengejar target tersebut, termasuk mencari sumber-sumber gas raksasa.
Pencarian tersebut pun telah membuah hasil dengan ditemukannya sumber-sumber gas jumbo. Namun, ada pekerjaan rumah menanti, yakni menyangkut siapa pembeli gas tersebut dan infrastrukturnya.
Terkait hal tersebut, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengakui, saat menetapkan target 12 bscfd banyak yang mempertanyakan pembelinya. Namun, kebijakan pemerintah mendorong hilirisasi membuat kebutuhan gas meningkat.
“Dulu waktu kita menetapkan target 12 bcf banyak yang menanyakan siapa yang membeli? Nah sekarang begitu mulai berbagai kebijakan pemerintah untuk hilirisasi mulai banyak industri-industri di dalam negeri, kemudian juga kebutuhan listrik juga meningkat sehingga sekarang berkembang,” kata Dwi di JCC Jakarta, Rabu (14/8/2024) lalu.
Dia melanjutkan, dari sisi gas balance, pihaknya melihat tidak akan negatif di 2030. Terlebih, adanya penemuan-penemuan baru berukuran raksasa.
“Karena kita tahu bahwa Eni sendiri di Indonesia ada 5 proyek sekarang itu pengembangan eksisting maupun 2-3 proyek pengembangan baru termasuk yang salah satunya Geng North,” ungkapnya.
“Yang lain-lain dari 2026 akan onstream dan sebagainya, kemudian Geng North yang Eni itu insyaallah onstream di 2027 nanti akan diikuti 2028 Andaman oleh Mubadala, kemudian diikuti akhir 2029 itu Abadi Masela jadi dengan penambahan yang cukup signifikan untuk gas kita,” tambahnya.
Bicara wilayah, terang Dwi tergantung dengan infrastruktur. Dia menerangkan, pihaknya telah cukup lama memberikan sinyal jika Jawa Timur akan kelebihan gas dan Jawa Barat mengalami kekurangan (shortage).
Oleh karena itu, pasokan gas di Jawa Barat dipasok dari Sumatera bagian tengah dan Sumatera bagian selatan untuk mengalir ke Jawa Barat. Lalu, ada receiving terminal di utara Jakarta sehingga kelebihan gas di Jawa Timur bisa dialirkan ke Jawa Barat.
Dia melanjutkan, saat ini juga dibangun pipa gas Cirebon-Semarang. Dengan adanya pipa ini diharapkan akan mengatasi kelebihan gas di Jawa Timur.
“Jadi 2026 kalau sekarang itu ada kelebihan 150 juta cubic feet per hari di potensi di Jawa Timur itu bisa dialirkan nanti namun demikian tetap Jawa Barat nanti akan masih butuhkan supply dari Sumatera dan itu masih bisa kita atur nantinya, apakah ekspor kita ke Singapura kita harus adjust untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi dari sisi gas balance secara garis besar kita masih kelebihan,” terangnya.
Menteri ESDM sebelumnya, Arifin Tasrif pernah mengatakan, pemerintah menargetkan proyek pipa gas bumi Dumai – Sei Mangkei sepanjang 400 km akan selesai pada tahun 2027.
“Tahun 2024 ini sedang tahap penyiapan,” ujar Arifin dalam keterangan yang dipublikasikan di laman Kementerian ESDM 5 Januari 2024 lalu.
Arifin menyebutkan penyelesaian proyek pipa gas Dumai – Sei Mangke tersebut merupakan bagian dari upaya antisipasi kelebihan gas bumi, di mana ada potensi gas besar di Laut Andaman. Sehingga akan bisa dimanfaatkan untuk industri-industri yang membutuhkan gas bumi.
“Jadi nanti kalau ada gas itu, selain nanti untuk bikin pabrik pupuk dan juga petrochemical di Lhokseumawe (Aceh) dan area yang sekarang,” tuturnya.
Total anggaran yang akan dipakai untuk pembuatan pipa gas Dumai-Sei Mangke sebesar Rp 6,6 triliun, dan akan menyalurkan potensi gas bumi dari Wilayah Kerja (WK) Agung dan Andaman di Aceh untuk dimanfaatkan di Jawa dan Sumatera.
Lebih lanjut Arifin mengatakan jika proyek pipa gas Dumai – Sei Mangke sudah selesai, maka jaringan pipa gas bumi akan tersambung dari Aceh hingga Jawa Timur. Seiring dengan penyelesaian ruas pipa gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) Tahap I yang telah selesai pada tahun 2023 dan pipa gas bumi Cisem Tahap II yang dijadwalkan rampung tahun 2025.
Jika infrastruktur gas bumi sudah tersambung, sambungnya, maka masyarakat juga akan menerima manfaat dari hal tersebut, karena bisa dimanfaatkan untuk pembangunan jaringan gas bumi (jargas) rumah tangga di jalur pipa gas bumi, untuk mengurangi ketergantungan LPG.
“Ini ke depannya yang kita bikin mudah, sehingga affordable buat masyarakat, dan harganya bisa kompetitif dan bisa lebih murah dibandingkan dengan LPG,” jelasnya.
Diperkirakan akan ada penambahan penerima jaringan gas kota (jargas) di Cisem sebanyak 300 ribu sambungan rumah tangga (SR) dan Dumai-Sei Mangke sebanyak 600 ribu SR. Dari angka tersebut akan mengurangi subsidi LPG 3 kg sebanyak Rp 630 miliar per tahun, dan akan menghemat devisa impor LPG sebesar Rp 1,08 triliun per tahun.
Sumber: detik.com