Dr. (HC). Ir. H. Arifin Panigoro (14 Maret 1945 – 28 Februari 2022)adalah seorang Politisi dan pengusaha Indonesia berdarah Gorontalo yang dijuluki “Raja Minyak Indonesia”. Orang tuanya berasal dari Gorontalo yang merantau ke Pulau Jawa sebelum kemerdekaan. Keluarga besar Panigoro berasal dari Potanga sebuah Desa di wilayah Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Arifin Panigoro dikenal sebagai pendiri dan pemilik Medco Energi yaitu perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi swasta terbesar di Indonesia.
keluarga
Kluarga besar Panigoro berasal dari Provinsi Gorontalo, sebuah provinsi di bagian utara pulau Sulawesi. Panigoro itu sendiri merupakan salah satu Marga Gorontalo asli yang tercatat telah digunakan sejak lama di Gorontalo.
Jusuf Panigoro yang beretnis Gorontalo (Ayah dari Arifin Panigoro) kemudian memutuskan untuk merantau ke Bandung untuk berdagang kopiah. Dari usaha kopiah, bisnis keluarga Panigoro semakin sukses dan terus berkembang, mulai dari agen penjualan barang elektronik Phillips hingga produk tekstil Ratatex.
Jusuf Panigoro menikah dengan Soehanna dan kemudian dikaruniai 11 orang anak, dimana salah satunya adalah Arifin Panigoro itu sendiri.
Perjalanan Karier
Alumni Elektro Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1973 ini memulai usahanya sebagai kontraktor instalasi listrik door to door. Selanjutnya, ia memulai proyek pemasangan pipa secara kecil-kecilan. Medco kemudian dikenal saat memulai usaha pengeboran minyak tahun 1981 yang salah satu modalnya dari bantuan pemerintah.
Salah satu tonggak sejarah Medco ialah ketika melakukan pembelian Stanvac yang dimenangkan melalui tender yang kemudian namanya diubah menjadi Expan. Dengan pembelian itu, PT Stanvac tidak lagi dikuasai orang asing sebab perusahaan minyak tertua di Indonesia itu sudah dimiliki sepenuhnya oleh Medco.
Politik
“Petualangan politiknya” menjadi kontroversi ketika ia dituduh berupaya menggagalkan Sidang Umum MPR 1998 pelantikan Presiden Soeharto untuk ketujuh kalinya, karena ia melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh politik di Hotel Radisson, Yogyakarta pada tahun 1998. Sebuah memo dari asisten Wakil Presiden kala itu, Sofian Effendi, menuduhnya berencana melakukan makar.
Selanjutnya, ketika aksi mahasiswa semakin memanas, Arifin memberi bantuan konsumsi kepada para demonstran yang melakukan aksi di Gedung DPR. Ribuan kotak makanan dikirim. Tak heran jika kemudian muncul opini bahwa Arifin adalah tokoh di belakang aksi atau cukong para mahasiswa.
Tentang hal itu, dalam sebuah wawancara, ia mengatakan bahwa ia ingin mencegah terjadinya kekacauan. “Saya katakan, salah satu yang membuat keadaan kita makin buruk adalah naiknya harga sembilan bahan pokok, sehingga muncul kerusuhan-kerusuhan. Kepedulian saya adalah jangan sampai hal itu berubah menjadi sentimen anti-Tionghoa, muncul permusuhan muslim-nonmuslim, dan merebak ke seluruh Indonesia. Kalau itu sampai terjadi, akan timbul situasi chaos dan korbannya bisa sampai jutaan. Hal itu menjadikan kita semua harus peduli dan mengambil langkah-langkah sebelumnya,” kata Arifin Panigoro, dalam wawancara dengan D&R.
Di era Presiden Presiden Republik Indonesia Ketiga (1998-1999) yaitu BJ Habibie, Arifin Panigoro juga pernah dijerat dengan tuduhan pidana korupsi penyalahgunaan commercial paper senilai lebih dari Rp 1,8 triliun. Pada waktu itu, sejumlah kalangan percaya dijeratnya Arifin karena kedekatannya dengan gerakan mahasiswa.
Perkenalannya lebih mendalam dengan dunia politik adalah ketika partai-partai baru bermunculan tahun 1998-1999 setelah lengsernya Presiden Soeharto. Pada awalnya, Arifin menjalin hubungan dengan berbagai tokoh politik, baik tokoh masyarakat yang sudah lama dikenal maupun tokoh yang baru muncul.
Saat deklarasi partai baru dilangsungkan, Arifin kerap menghadirinya. Bersama Sudirman Said (mantan Menteri ESDM era Presiden Joko Widodo), sempat pula ia mencoba menginisiasi gerakan untuk memunculkan Cendekiawan Muslim (alm), Nurcholish Madjid untuk menjadi presiden.
Arifin Panigoro kemudian bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada tahun 1999 untuk daerah pemilihan Kabupaten Tangerang dan terpilih sebagai anggota DPR.
Ia juga sempat terpilih menjadi Ketua DPP dan Ketua Fraksi PDIP pada tahun 2002-2003. Kemudian, ia terpilih lagi di DPR RI di dapil Banten 1 yang saat itu meliputi Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, dan Kota Cilegon.
Akan tetapi, ia mengundurkan diri dari DPR dan PDIP pada tahun 2005 dan membentuk Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Gerakan Pembaharuan PDIP.
Sumber : Wikipedia dan beberapa sumber lain