InfoMigas.id – Lhokseumawe | “Kedaulatan suatu bangsa dijamin oleh kemampuan bangsa itu untuk memenuhi pangan untuk bangsanya sendiri, dan kedua, kemampuan bangsa itu untuk memenuhi kebutuhan energinya sendiri. Kelangsungan hidup suatu bangsa, survival bangsa kita, survival bangsa-bangsa tergantung kepada hal dua tersebut,” ujar Presiden Prabowo.
Penegasan tersebut disampaikan Kepala Negara dalam sambutannya ketika membuka Konvensi dan Pameran Tahunan ke-49 Indonesian Petroleum Association (IPA Convex), di Nusantara Hall, ICE BSD, Tangerang, pada Rabu (21/05/2025).
Harapan atas kedaulatan energi dan pangan oleh pemerintah tersebut sejalan dengan yang diimplementasikan oleh PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) melalui Integrated Terminal (IT) Lhokseumawe, yaitu melakukan pendampingan terhadap petani tambak. Salah satu kelompok masyarakat yang dibina oleh anak perusahaan PT Pertamina Patra Niaga ini adalah kelompok tani tambak meuhase, di desa Padang Sakti kecamatan Muara Satu, pemko Lhokseumawe, Aceh.
Kelompok ini memiliki sembilan orang anggota dengan lokasi usaha seluas 10 hektar. Ketua kelompoknya pria berusia 40 tahun, bernama Muhrizal Putra Gunawan, namun namanya sering disapa sebagai Mori.
Sebelum menjadi petani tambak, Mori pernah bekerja sebagai tukang las. Tahun 2014 hingga 2016, dirinya bekerja sebagai tukang las pada kontraktor yang membangun gudang pakan udang dan ikan di Tangerang, Banten.
Setelah tiga tahun merantau, ia pulang ke daerah asalnya dan memulai profesi baru, yaitu sebagai petani tambak pada tahun 2017. Pada awalnya, memelihara udang vaname. Kala itu, udang vaname merupakan tren baru sehingga Mori ingin mencobanya. “Harga jualnya paling mahal dibandingkan dengan harga jual hasil tambak yang lain,” terang Mori Minggu, (5/10/2025).
Tetepi, semangat dan harapan Mori kandas tahun juga. Harga benur vaname dan harga pakan semakin melambung, sedangkan harga jual hasil panen malah menurun. Pandemi dan Covid 19 memaksa Muhrizal untuk menyerah dalam usaha budidaya udang vaname.
Berhenti sebagai petani tambak, ia memulai usaha baru, yaitu penggemukan sapi. Selainnya memberi pakan hijau, ia juga membeli pakan konsentrat buatan pabrik.
Ditengah usaha penggemukan sapi, ia juga mencoba untuk membuat pakan ternak racikannya sendiri.
Pakan dibuat berbekal ilmu yang dipelajari secara otodidak. Untuk menguji kualitas pakan, Mori ‘memijamkan’ pakan buatannyaa kepada mahasiswa untuk diperlombakan.” Saya bukan lagi mahasiswa, jadi tidak boleh ikut lomba,” kata Mori.
Beberapa kali ikut perlombaan, pakan buatan Mori gagal menjadi juara.
Namun Mori tetap melakukan perbaikan sehingga meraih juara ke-2 untuk kategori pakan alternatif. Prestasi itu dicapai pada perlombaan di kampus Universtitas Malikusaaleh ( Unimal) tahun 2020.
Berdasarkan hasil uji laboratorium, diketahui kandungan proteinnya sekitar 36% serta masih adanya kekurangan beberapa zat dalam pakan buatan Mori. Selanjutnya, Mori memperbanyak zat yang berasal dari telur ayam, ubi dan jeroan unggas.” Saya dibantu oleh dosen Unimal waktu itu,” kata Mori.

Tahun 2023, Mori memutuskan untuk berhenti dari usaha penggemukan sapi. Diakembali pada usaha budidaya udang vaname. Lolasi budidaya berada diujung hamparan tambak dibelakang kandang sapi miliknya. Kandang berlantai semen itu, kini tak terpakai lagi.
Seperti budidaya sebelumnya, Mori memulai dengan menebar sebanyak 25.000 benur vaname.
“Hasilnya balek modal dan keuntungan sebesar dua juta rupiah. Selama 60 hari,” kata Mori.
Bersamaan dengan itu, ia juga menyempurnakan pakan alami buatannya. Dalam perlombaan tahun 2023 yang diselenggrakan di kampus Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pakan buatan Muhrizal meraih juara ke-2 untuk golongan pakan udang dan ikan. “Kalah karena butirannya jelek, tidak rapi karena menggunakan mesin manual,” ujar Mori.
DIBANTU PERTAMINA
Bantuan pertama dari anak usaha PT Pertamina (Persero) pada awal agustus 2024. Saat itu, bantuan berupa listrik, mesin pakan, jala dan 200.000 benur vaname. “Tahun 2024 lahannya tampak kotor dan hampir tidak menenuhi syarat untuk budidaya,” sebut Mori.
Vaname bantuan perdana tersebut dipanen pada oktober dengan pendapatan kotor Rp. 50 juta dan keuntungan bersih sekitar 30 juta rupiah.

Akhir tahun 2024, kembali dilepaskan 100.000 benur dan sukses meraup laba hingga 40 juta rupiah.” Keuntungan kecil karena pemberian pakan diperbanyak agar cepat panen. Waktu itu musim penghujan sehingga terancam banjir,” kata Mori.
Berkat keuntungan usaha dalam tahun 2024, kelompok ini juga berhasil memperbaiki tambak seluas satu hektar sehingga siap digunakan untuk budidaya secara intensif.
Tahun 2024 merupakan tahun yang menjadi catatan penting bagi Mori dan anggota kelompok. Selain sukses melakukan budidaya dilahan yang hampir tidak memenuhi syarat, pakan buatan mereka juga sukses sebagai juara pertama dalam kategori pakan buatan kelompok petani se-wilayah pemko Lhokseumawe.
Dalam tahun 2025, pakan buatan ini sudah diuji lab sebanyak dua kali. Pada uji lab awal tahun, kandungan proteinnya telah mencapai lebih dari 37%, sedangkan pada uji lab yang dilakukan baru baru ini, kandungan protein telah meningkat menjadi lebih dari 40%. “Dalam tahun ini, sudah dua kali uji lab. Dilakukan oleh orang (PT)Pertamina. Pertamina yang kirim dan yang menanggung semua biaya” katanya.
Mori juga mengakui perbaikan kualitas pakan terjadi atas hasil pendampingan BUMN sektor energi tersebut. “Orang Pertamina yang bimbing sehingga kualitas pakan semakin bagus,” ujar Mori.
Selain memberi keterampilan dalam teknik budidaya, anak usaha PT Pertamina (Persero) juga menambah bantuan, berupa alat dan kebutuhan budidaya serta alat produksi pakan. Selama 2025 ini, tambahan bantuan yang diberikan adalah sumur bor, mesin penepung, mesin penghancur, rumah pakan dan benih ikan bandeng serta benur udang vaname.
Integrated Terminal Manager IT Lhokseumawe, Ari Yunanto, menyampaikan, pada 2025 ini, inovasi berlanjut dengan menghadirkan sistem budidaya polikultur, yaitu penggabungan udang vaname dengan ikan bandeng.
Sebanyak 3.000 benur bandeng ditebar ditambak semi intensif. Pola ini diharapkan memperkuat diversifikasi hasil panen, meningkatkan pendapatan petambak, sekaligus memberi manfaat ekologis ]dengan mengurangi pertumbuhan klekap hijau berlebih yang berdampak pada penurunan kualitas air.
“Lantai tambak alam tanpa terpal, maka dapat dilepaskan ikan bandeng bersama vaname. Pakan alami disedia oleh tambak berupa lumut. Lumut dimakan ikan bandeng. Jika lumutnya habis, maka akan diberika pakan buatan. Pemberian untuk ikan bandeng, bersamaan waktunya dengan pemberian pakan udang vaname,” terang Mori mencoba menterjemahkan inovasi tersebut.
Mori melanjutkan, “lumut bersih secara alami karena jadi makanan bandeng, kita untung karena tidak perlu membersihkanya lagi”, urainya.
Ari Yunanto mengatakan bahwa keberhasilan program ini tidak lepas dari kolaborasi berbagai pihak.
“Pertamina berkomitmen untuk terus mendukung masyarakat dalam membangun kemandirian ekonomi. Program ini diharapkan menjadikan sektor perikanan di Lhokseumawe sebagai pilar yang memperkuat kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem. Lokasi ini juga dirancang sebagai learning center bagi petambak maupun akademisi. Kolaborasi multipihak adalah kunci agar program terus berkelanjutan,” ujarnya pada acara launching tambak polikultur, akhir agustus 2025 lalu.
Harapan diatas bukanlah harapan kosong karena kelompok binaan PT Pertamina ini telah menurunkan inovasi tersebut kepada sejumlah kelompok budidaya tambak di wilayah lhokseumawe, bahkan kepada kelompok yang berada di kabupaten tetangga, yaitu kabupaten Aceh Utara. “keahlian ini telah kami dibagikan kepada sekitar 20 kelompok disekitar Lhokseumawe dan luar wilayah Lhokseumawe. Di beberapa lokasi, bahkan di daerah Cot Murong, Geuleumpang Sulu Barat, Glumpang Sulu Timu dan Bluka Teubai, ” urai Mori.
Daerah yang disebutkan oleh Mori berada di kecamatan Dewantara, kabupaten Aceh Utara, terletak dibagian barat wilayah kota Lhokseumawe.
Selain berbagi kepada sesama petambak, keahlian ini juga diberikan kepada mahasiswa yang ingin belajar, seperti mahasiswa dari Universitas Malikussaleh. ” Kalo mahasiswa, mereka datang sendiri untuk belajar, kalo petani (tambak) kami yang datang ke tempat mereka,” jelas Mori.
Mori dan kelompoknya percaya bahwa petani tambak akan sejahtera bila program inovasi ini dapat terus dikembangkan pada masa mendatang. Menurut Mori, saat ini kendala utama petani tambak adalah mahalnya biaya pakan. “Pakan pabrikan harganya sekitar 22.000 perkilogram, sementara pakan buatan sendiri hanya 7.000 perkilogram. Sayang petani tambak karena harga pakan mahal,” sebut Mori dengan suara pelan.

Saat ini, kelompok petani tambak ‘Meuhase’ baru mampu membuat pakan sebanyak 20 kilogram per-hari. “Harapannya, kami memiliki mesin pelet yang besar untuk memproduksi secara massal sehingga semakin banyak petani tambak yang dapat membeli pakan murah. Kita mampu menghasilkan pakan murah karena sebagian besar bahan bakunya adalah limbah pasar yang harus dibuang. Tidak perlu beli,” sebut Mori.
Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Fahrougi Andriani Sumampouw menyebutkan sektor perikanan merupakan salah satu penggerak ekonomi masyarakat pesisir.
“Karena itu, Pertamina tidak hanya hadir melalui distribusi energi, tetapi juga lewat program tanggung jawab sosial yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. Program ini sejalan dengan target pembangunan berkelanjutan, khususnya mendukung pencapaian SDG 1 (Tanpa Kemiskinan), SDG 2 (Tanpa Kelaparan), SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab), serta SDG 14 (Ekosistem Laut). Harapan kami, kelompok binaan dapat menjadi percontohan dalam penerapan budidaya berkelanjutan dan memperluas dampak positif ke wilayah lain,” jelas Fahrougi dalam keterangan tertulisnya.[*]
*nasier husen