InfoMigas.id, Jakarta– Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mewacanakan soal Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi . Ada wacana akan dialihkan subsidi BBM menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) sehingga lebih tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat jumlah.
Namun masalahnya adalah, subsidi BBM bukan saja dinikmati rakyat miskin, tapi juga menjadi ‘dewa penyelamat’ bagi kelompok kelas menengah yang tidak patut memperoleh BLT.
Ketika subsidi BBM dialihkan menjadi BLT, maka kelas ekonomi menengah akan membayar lebih mahal untuk bermobilitas. Konsumsi dan daya beli merekanpun akan menurun.
Faktanya, kelas ekonomi menengah merupakan ‘motor konsumsi’ rumah tangga, sedangakan konsumsi rumah tangga merupakan penentu terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok kelas menengah adalah masyarakat dengan pengeluaran sekitar Rp 2.040.262-9.909.844 per kapita per bulan dalam tahun 2024. Jumlah tersebut ditetapkan oleh Bank Dunia soal kelas menengah dengan perhitungan 3,5-17 kali garis kemiskinan suatu negara.
Berdasarkan hitungan BPS, jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah (aspiring middle class) sebesar 66,35% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Pengeluaran kelompok tersebut mencapai 81,49% dari jumlah keseluruhan konsumsi rumah tangga.
Pertalite
Jenis BBM yang cukup penting untuk kelompok kelas menengah adalah Pertalite atau RON 90. Karena ada subsidi, saat ini Pertalite dihargai Rp 10.000/liter.
Berdasarkan catatan PT Pertamina Patra Niaga, konsumsi Pertalite adalah sebesar 78% dari pemakaian BBM secara keseluruhan Per Juni. Konsumsi rata rata Pertalite yaitu sebesar 19,5 liter/hari.
Tetapi seadainya tanpa subsidi, harga BBM Partilate akan naik sebab harus mengikuti harga ekonomis atau harga pokok produksi. Hal ini dapat dibandingkan dengan harga BBM RON 90 yang dijual oleh SPBU lain diluar SPBU PT Pertamina (Persero).
Bercontoh pada SPBU Vivo, harga BBM RON 90 sebesar Rp 11.995/liter. Harga ini lebih tinggi Rp 1.995/liter jika dibandingkan harga yang dijual di SPBU Pertamina.
Seandainya harga Pertalite naik menjadi Rp 11.995/liter seperti di SPBU Vivo, maka pengeluaran biaya oleh para konsumen Pertalite akan bertambah sebesar Rp 38.902,5 per-harinya. Jika dikalikan setahun, maka akan ada tambahan biaya sebesar Rp 14.199.42.5
Daya Beli
Dosen sekaligus ekonom di Universitas Padjajaran Yayan Satyakti menilai penerima manfaat subsidi BBM yang sebenarnya bukanlah masyarakat miskin, sebab warga miskin tidak memiliki kendaraan bermotor dan mobil. Sebenarnya, golongan masyarakat miskin tidak mendapatkan manfaat secara langsung tetapi secara tidak langsung.
Menurut Yayan, seandainya dilakukan penghapusan subsidi BBM, maka kelompok menengahlah yang paling besar merasakan dampaknya dibandingkan dengan kelompok miskin.
“Penghapusan subsidi BBM ini cenderung harus secara hati-hati dan harus dimomen yang tepat. Misalkan penghapusan subsidi BBM ketika adanya perbaikan daya beli selama tiga triwulan berturut-turut, penurunan kemiskinan selama dua semester sebelumnya, dan inflasi yang stabil selama 3-6 bulan sebelumnya,” jelas Yayan. [*]
*Bloombergtechnoz.com-cnbcindonesia.com