INFOMIGAS.ID | Jakarta – Perusahaan-perusahaan energi swasta asal Tiongkok mulai menunjukkan dominasinya dalam industr sektor migas di Irak. Negara teluk yang dikenal sebagai produsen minyak kedua terbesar dalam organisasi OPEC ini menjadi magnet baru bagi investor energi Negeri Tirai Bambu.
Investasi bernilai miliaran dolar mengalir dari sejumlah perusahaan minyak asal China ke Irak. Selain didorong oleh skema kontrak yang dinilai sangat menguntungkan , juga terdapat potensi penggandaan produksi minyak menjadi 500 ribu barel per hari dengan masuknya pemain-pemain baru asal China.
Nama-nama seperti Geo-Jade Petroleum Corp, United Energy Group, Zhongman Petroleum and Natural Gas Group, hingga Anton Oilfield Services Group, mulai mencuat setelah mereka memenangkan setengah dari total lisensi eksplorasi migas yang ditawarkan dalam putaran terbaru oleh pemerintah Irak.
Menurut laporan Reuters, Senin (4/8/2025), perusahaan-perusahaan swasta China yang sebelumnya kurang dikenal secara global justru melihat Irak sebagai peluang strategis. Pasalnya, proyek-proyek yang ada dianggap terlalu kecil dan kurang menarik bagi perusahaan migas besar dari Amerika, Eropa, maupun raksasa energi asal China sendiri.
“Irak memberikan keuntungan biaya yang rendah dan pengembangan proyek yang lebih cepat. Ini menjadi ruang gerak ideal bagi perusahaan kecil untuk berkembang,” tulis laporan tersebut.
Langkah ini juga dinilai sebagai bagian dari pergeseran strategi pemerintah Irak. Jika sebelumnya fokus pada menggandeng raksasa migas global, kini Baghdad lebih terbuka terhadap perusahaan swasta berskala menengah—selama mereka mampu membawa modal dan kecepatan kerja.
Sebagai bukti keseriusan, pemerintah Irak menargetkan kenaikan produksi minyak menjadi lebih dari 6 juta barel per hari pada 2029. Saat ini, China National Petroleum Corporation (CNPC) sudah menyumbang lebih dari setengah produksi minyak Irak melalui ladang-ladang utama seperti Haifaya, Rumaila, dan West Qurna 1.
Berbeda dari perusahaan besar yang cenderung berhati-hati, perusahaan-perusahaan kecil asal China justru dianggap lebih lincah dan toleran terhadap risiko. Mereka juga menawarkan pembiayaan yang kompetitif, tenaga kerja dan peralatan murah, serta kesediaan menerima margin keuntungan yang rendah demi memperoleh kontrak jangka panjang.
Irak menginginkan kecepatan. Dan perusahaan-perusahaan China mampu menyediakannya. Kini, peta kekuatan industri migas dunia perlahan mengalami pergeseran, dan China terlihat semakin kuat memegang kendali di tanah para raja minyak.[*]
*reuters/detik/kbc/ap photo