InfoMigas.id, Jakarta–Mantan Gubernur Bank Indonesia 2003-2008, Burhanuddin Abdullah mengatakan, negara dapat menghemat anggaran hingga Rp 200 triliun per tahun. Hal ini terjadi apabila, skema subsidi energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan listrik diubah.
Burhanuddin menyebutkan sebenernya skema pemberian subsidi energi di Indonesia saat ini belum tepat sasaran untuk masyarakat dengan ekonomi ke bawah, karena menyasar pada komoditasnya, bukan pada target masyarakatnya.
Menurut Burhanuddin, solusinya adalah pemberian subsidi pada masyarakat miskin seharusnya diberikan secara tunai langsung kepada orang atau keluarganya (BLT).
Dengan demikian, Indonesia bisa menghemat anggaran subsidi energi mencapai Rp 200 triliun.
“Ternyata hitung-hitungan kita, subsidi menjadi akan berkurang somewhere around Rp 150 to 200 trillion, dan itu akan bisa digunakan untuk hal yang sifatnya lebih produktif,” urai Burhanuddin dalam acara UOB Indonesia Economic Outlook 2025, baru baru ini.
Burhanuddin menjelaskan bahwa nilai subsidi sebesar Rp 540 triliun tahun 2023 lalu yang dialokasikan oleh pemerintah untuk sektor energi ternyata belum sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
Sebagai contohnya, seperti di Solo, Jawa Tengah. Burhanuddin menceritakan subsidi listrik yang seharusnya bisa membuat masyarakat kelas ekonomi bawah bisa mengakses listrik murah, namun faktanya hanya bisa menghidupi satu buah lampu per rumah. “Nah minggu lalu saya pergi ke Solo, saya bertemu dengan pelanggan PLN yang paling bawah, mereka bayar bulanan Rp 30 ribu, lampunya hanya satu,” katanya.
Burhanuddin menyebutkan masyarakat miskin justru tidak menikmati subsidi BBM dan LPG karena tidak memiliki kendaraan dan penggunaan LPG bersubsidi yang hanya membantu untuk jangka pendek.
“Orang-orang miskin tidak menerima, tidak mendapat keuntungan dari subsidi BBM. Mereka nggak punya sepeda motor. Mereka beli gas tapi satu (LPG subsidi) melon .Ini untuk 2 minggu jadi kecil sekali. Jadi kalau begitu siapa yang sebetulnya menikmati subsidi itu?,” tanya Burhanuddin.
Dengan begitu, dia menilai seharusnya subsidi untuk energi bisa dialihkan menjadi hal yang lebih produktif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Kita kurangi subsidi tapi kita alihkan ke hal yang produktif. Itu artinya kita leverage pertumbuhan kita melalui pengurangan subsidi tersebut,” pungkasnya.[*]
*CNBC Indonesia