INFOMIGAS.ID | Jakarta — PT Pertamina (Persero) mengungkap bahwa jalur pengiriman impor minyak mentah (crude) dari Arab Saudi ke Indonesia saat ini masih melalui Selat Hormuz. Selat sempit yang terletak antara Iran dan Oman tersebut sedang menghadapi ancaman penutupan oleh Iran, yang saat ini sedang berkonflik dengan Israel.
Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran strategis yang setiap harinya dilalui sekitar 20 juta barel minyak atau sekitar 20 persen dari total konsumsi minyak dunia. Bagi Indonesia, jalur ini juga menjadi salah satu jalur pasokan energi nasional.
“Dari Arab Saudi untuk crude sekitar 19 persen total impor,” kata VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, tulis CNNIndonesia, Selasa (24/6/2025).
Fadjar menyebutkan bahwa total impor minyak mentah Indonesia sepanjang tahun 2024 mencapai sekitar 120 juta barel. Dengan angka tersebut, sebanyak 19 persennya atau sekitar 22,8 juta barel dipasok dari Arab Saudi dan dikirim melewati Selat Hormuz.

Kendati demikian, Fadjar tidak secara tegas membenarkan angka tersebut. “Bisa jadi (22,8 juta barel pesanan minyak Indonesia melalui Selat Hormuz),” ujarnya saat dimintai konfirmasi mengenai jumlah pasti.
Ia menambahkan, meskipun sebagian besar terminal ekspor minyak Arab Saudi terhubung dengan jalur Selat Hormuz, tidak semuanya berada di jalur tersebut. “Tapi tidak semua terminal crude Arab Saudi ada di jalur Selat Hormuz, sebagian besar iya,” imbuhnya.
Fadjar juga menegaskan bahwa secara global, jalur ini menjadi rute penting bagi perdagangan minyak dan gas bumi. “Jumlahnya mencapai 20 persen,” ujarnya, merujuk pada rata-rata pasokan migas dunia yang melewati Selat Hormuz.
Sementara itu, PT Pertamina International Shipping (PIS), anak usaha Pertamina yang mengelola armada pengangkutan migas, memastikan bahwa seluruh kapal tanker Indonesia yang melintas di kawasan rawan seperti Terusan Suez, Teluk Arab (Arabian Gulf), dan Selat Hormuz dalam kondisi aman.
Corporate Secretary PIS, Muhammad Baron, menyampaikan bahwa pengawasan ketat terus dilakukan melalui berbagai mekanisme. “Sejalan dengan protokol keamanan operasional, PIS memastikan bahwa seluruh kapal internasional yang saat ini aktif beroperasi dalam kondisi aman. Pengawasan ketat dilakukan melalui koordinasi langsung dengan otoritas maritim setempat, awak kapal, dan penggunaan sistem pemantauan real-time yang terintegrasi,” jelasnya dalam keterangan resmi pada Senin (23/6/2025).
Situasi geopolitik di Timur Tengah kini menjadi perhatian serius dunia, termasuk Indonesia. Ketergantungan pada jalur laut strategis seperti Selat Hormuz menjadi titik krusial dalam rantai pasok energi global yang kini tengah diuji.[*]
*CNNIndonesia.com/kbc