INFOMIGAS.ID | Floating Production, Storage, and Offloading (FPSO) adalah sebuah unit produksi, penyimpanan, dan pengiriman minyak dan gas yang terapung di lautan.
Salah satu FPSO yang tercatat dalam Sejarah migas Indonesia adalah FPSO Marlin Natuna, karena diproduksi oleh anak bangsa dan sukses memakai bahan komponen dalam negeri hingga 80%. Atas keberhasil tersebut, FPSO Marlin Natuna dianggap sebagai simbul dalam sejarah kemandirian energi Indonesia .
FPSO ini merupakan hasil “modifikasi’ kapal tanker untuk menjadi alat produksi, tempat penyimpanan dan sarana pengiriman minyak dan gas. FPSO dibuat di galangan kapal milik PT Hanochem Tiaka Samudera dan PT PaxOcean Batam, dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 80%. Proyek ini melibatkan sekitar 1.386 pekerja Indonesia, atau 99% dari total tenaga kerja yang terlibat.
FPSO Marlin Natuna memiliki Panjang keseluruhan: 181,61 meter, dengan kapasitas produksi: 20.000 barel minyak per hari dan 60 juta standar kaki kubik gas per hari. Nilai investasi “kapal produksi” ini sekitar US$236 juta atau sekitar Rp3,5 triliun rupiah.

FPSO dikelola oleh Medco E&P Natuna, anak perusahaan PT Medco Energi Internasional, yang merupakan kontraktor kontrak kerja sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk mengembangkan proyek minyak dan gas di Blok B Laut Natuna Selatan, Kepulauan Riau. Lapangan Migas ini juga lazim disebut sebagi lapangan Forel di South Natuna Sea Block B , dengan total investasi mencapai hingga US$ 600 juta.
Ladang minyak dan gas bumi (migas) forel natuna diresmikan oleh Prisiden Prabowo Subianto pada hari jum’at, tanggal 16 Mei 2025, dan melakukan lifting perdana pada pada tanggal 16 Juni 2025, atau satu bulan setelah diresmikan oleh presiden Indonesia ke-8 itu. [*]
*mnh